Wednesday 30 December 2009

To Whom It May Concern

Enaknya jadi abdi negara, segala hal yang berkaitan dengan peningkatan kapasitas SDM (pada umumnya) akan didukung sepenuhnya oleh institusi dan juga atasan... Yah walau kitanya sendiri juga yang harus pro-aktif... Kalau tidak ada tawaran beasiswa sekolah/kursus yang mampir di unit kerja kita, ya kita yang mesti rajin cari info sendiri, tanya sana-sini... cari di internet... cari event pameran pendidikan... de-el-el... Karena seringkali surat tawaran yang datang ke ruangan sudah mepet waktu pendaftarannya, tinggal 2-3 hari lagi, ... atau bahkan sudah lewat masa berlakunya alias kadaluarsa... Anehnya... dari sejarah disposisinya, bisa dilihat, itu surat masuk ke departemen bisa jadi sudah 2-3 bulan sebelumnya... Saking sibuknya kali ya bapak2 n or ibu2 pejabat itu, sampai butuh waktu sekian lama untuk menurunkan surat itu...

Dengan pengalaman itu, maka aku berinisiatif untuk mempersiapkan segala persyaratan yang biasanya diperlukan untuk melamar beasiswa... Jadi kalau sewaktu-waktu ada tawaran, semua dokumen sudah siap... Salah satu yang wajib yaitu surat rekomendasi atasan (baca: bos besar). Tahu sendiri lah yang namanya bos besar... banyak kesibukan, banyak acara, banyak undangan, banyak yang nyari, banyak yang berkepentingan untuk bertemu... Jadi penting banget untuk bikin surat rekomendasi jauh2 hari... Jangan sampai pas kita butuh cepat karena waktu mepet beliau sedang dinas keluar kota atau bahkan keluar negeri... bisa gagal total tuh rencana... Sementara di dunia birokrasi penting banget tuh yang namanya status jabatan... Biasanya ada persyaratan hanya pejabat tingkat tertentu yang tanda tangannya diakui oleh pemberi beasiswa...

Di tempat kerjaku yang baru, kebetulan bos besar sedang ada pendidikan dalam rangka mau naik tingkat selama 10 bulan. Jadilah ketika aku minta surat rekomendasi dari pejabat eselon di bawahnya yang ditunjuk sebagai pejabat pengganti selama beliau tidak ada, sang pejabat pengganti tidak berani untuk memberikan surat rekomendasi... Untunglah tidak berapa lama kemudian bos besar selesai pendidikan, bersamaan dengan adanya tawaran beasiswa... Tidak tunggu lama2... 2 minggu sebelum deadline memasukkan aplikasi, aku sudah menghadap tangan kanan bos besar untuk minta ijin menghadap bos besar untuk minta ijin sekolah sekaligus minta surat rekomendasi... Jawabannya, 'nanti dulu ya, bos besar sedang sibuk, jadi tunggu waktu yang tepat, nanti saya bicara dulu dengan beliau soal ini, nanti kamu saya kabari lagi, oh ya, kalau ketemu nanti basa basi dulu, jangan langsung ngomongin soal sekolah'... halah... kayak rakyat jelata mau menghadap raja saja...

Tunggu punya tunggu... 1 minggu berlalu... kok ga ada kabarnya lagi... Jadilah aku menghadap tangan kanan bos besar lagi, dengan membawa surat tawaran beasiswa, dan menunjukkan bahwa batas akhir memasukkan aplikasi tinggal 1 minggu lagi... Jawabannya, 'ya nanti ya, saya bicara dulu dengan beliau, kebetulan hari ini sedang keluar kota, (waktu itu hari rabu, kamis n jum'atnya libur tanggal merah), dan katanya juga beliau mau cuti, tapi sepertinya hari senin masuk...' halah... *panik mode on*

Seninnya...

Datang pagi-pagi ke kantor... Nongkrong di depan ruangan bos besar... Beliau sudah datang... tapi seperti yang diamanatkan tangan kanannya, tidak boleh mendahului sebelum si tangan kanan bilang dulu ke bos besar... Jadilah menunggu lagi... sang tangan kanan yang belum datang...

Setelah datang... Katanya, 'kamu tunggu di luar dulu... saya sendiri dulu aja yang masuk...' ... tik...tok...tik...tok... Lumayan lama juga rasanya waktu itu sebelum akhirnya aku boleh masuk... yess!! akhirnyaaa....

Ternyata orangnya baik... ramah... (baca: mood-nya lagi bagus) dan mendukung rencanaku... Jadinya malah ngobrol agak lama... tapi pas aku minta surat persetujuan rencana studiku dan minta surat rekomendasi yang sudah kubuat draft-nya, dengan maksud mempermudah beliau, supaya ga bikin dari awal, tapi tinggal mengoreksi... beliau sama sekali tidak mau membacanya, malah menyuruhku ke tangan kanannya dulu untuk memeriksa... jadi nanti beliau tinggal tanda tangan...

Menghadap lagi lah aku ke sang tangan kanan... Waktu itu aku agak ragu... Sang tangan kanan, memang sih ber-back ground sarjana S1... namun untuk usia sesenior itu, jelas2 gelar itu diraih ketika umurnya sudah senior... Bukannya under-estimate... tapi aku agak meragukan kemampuan bahasa internationalnya, mengingat surat rekomendasi yang kubuat dalam bahasa Inggris... Tapi karena bos besar yang memerintahkan, jadi kupikir ya pastilah beliau punya kemampuan untuk itu...

Baru saja beberapa detik beliau menatap draft yang kubuat, tiba-tiba... katanya... 'nah ini nih... saya sering lihat... to whom it may concern... artinya apa ya...?'

Gubrak!!!


Monday 7 December 2009

Bandung Kini

Awal dekade 1990 an...
Masih melekat di ingatan... Pelajaran IPS tentang sebutan kota2 di Indonesia seperti: Surabaya kota pahlawan, Cirebon kota udang, Bogor kota hujan, Bandung kota kembang, de-el-el. Surabaya disebut kota pahlawan karena sejarahnya. Cirebon disebut kota udang karena para nelayan di sana banyak menghasilkan udang. Bogor disebut kota hujan karena intensitas hujan di sana memang tinggi. Bandung disebut kota kembang karena banyak kembangnya alias konon kota Bandung lingkungannya asri, banyak tamannya, teduh banyak pepohonan, hawanya sejuk, airnya jernih dari pegunungan... oh yeaah...?? Well mungkin dulu memang begitu...

Hampir 20 tahun kemudian, aku pun pindah ke kota kembang ini.. Aku lama tinggal di kota pantai...Jadi aku sudah terbiasa dengan hawa yang panas, sinar matahari yang terik, mandi minimal 2x sehari, dan setiap masuk rumah atau kamar pastilah otomatis jari ini langsung menyalakan kipas angin...bahkan di malam hari pun kipas angin selalu on, padahal sudah pakai celana pendek dan kaos tanpa lengan...itu aja bangun tidur masih keringetan kalau hawanya lagi panas banget...

Maka begitu pindah ke sini...hmm.. asyiik.. hawa sejuk begini enak juga... bangun tidur bawaannya maleees banget untuk bangkit... habisnya dingin sih...pas banget buat tidur.. mandi sehari sekali...tidur dengan menyalakan kipas angin dan tidak pakai selimut alhasil pagi2 kedinginan dan ingus meler... Kalau aku bilang udaranya dingin, orang2 Bandung bilang tidak--biasa saja.. Kalau aku bilang udaranya pas--ga dingin tapi juga ga panas--, orang2 Bandung bilang panas banget...

Tapi lama2... tubuh cepat menyesuaikan... Itu cuma fase adaptasi aja sebagai mantan gadis pantura... Sekarang ini Bandung rasanya panas juga.. Kota yang asri dan teduh itu mungkin cuma tinggal di beberapa tempat di kota yang masih dijaga keasliannya... Selain itu, mungkin sekarang lebih cocok disebut Bandung kota FO alias factory outlet, saking banyaknya orang jualan baju di sini... Sisanya...macet, tidak teratur, banyak polusi, n gersang... Di kota perluasannya, yang banyak terlihat sekarang adalah sawah2 yang tergusur dengan toko2 swalayan, supermarket dan pembangunan perumahan yang tidak ditata lingkungannya...

Sungai2nya.. hmm... ini ternyata efek dari Bandung kota FO itu. Saking banyaknya pabrik tekstil di sini, sudah tidak terkontrol lagi (atau memang dibiarkan) oleh pemerintah daerah... Air buangannya mencemari sungai2 di hulu Citarum... Warnanya hitam, baunya...hmmm...busuk bukan main... Ditambah lagi dengan kebiasaan warganya yang tipis kesadarannya akan kebersihan... Jadilah sisi sungai berfungsi sekaligus sebagai tempat pembuangan sampah...

Kalau hujan.. ups.. genangan air di mana2.. Sampah mengalir deras di sungai...

Kembang di Bandung... Hmmm di mana ya pernah kulihat... Paling2 yang kulihat tinggal di taman halaman depan rumah kontrakan jika ia sedang berbunga... atau 1-2 kembang mengintip dari balik tembok halaman tetangga...

Berkarya di Luar Negeri = Pengkhianat Bangsa..??

Kemarin sore ada yang menarik di tayangan Kick Andy di Metro TV. Judul topiknya: Berprestasi di Negeri Orang. Isinya tentang kisah2 orang Indonesia yang (pintar dan) sukses berkarier di luar negeri. Sayang nontonnya agak telat, jadi aku cuma lihat 2,5 bintang tamu dari entah berapa jumlah sebenarnya yang Bung Andy wawancara pada tayangan itu.

Yang 0,5 itu adalah Kent Sutanto. Kenapa 0,5.., ya karena aku gak lihat dari awal wawancaranya.. :D Intinya, dia sudah tinggal di Jepang sejak 35 tahun lalu.. dari mulai melanjutkan sekolah sampai akhirnya dia mengajar di universitas tsb.. Yang menarik, warga negaranya tetap Indonesia, padahal secara etnis dia juga bukan orang Indonesia asli tapi keturunan tionghoa.. Salut deh Oom... masih punya jiwa nasionalisme... (Jadi ingat tetangga sebelah... yang anak perempuannya yang sedang hamil 7 bulan khusus datang ke Negeri Paman Sam untuk melahirkan di sana supaya anaknya memperoleh kewarganegaraan Amerika... Katanya supaya nanti gampang sekolahnya di sana... halah! How egoist...)

Ada lagi M. Reza, pria berusia 35 tahun, alumni Elektro ITB, peraih Ganesha Prize yang melanjutkan S2 di TU Delft Belanda dan meraih gelar doktor di bidang yang sama, dan kini... bekerja sebagai project manager di suatu perusahaan di Swedia.. Lucunya dulu setelah lulus S2, waktu balik ke Indonesia dan melamar ke sekitar 50 perusahaan tidak ada yang menerima.. Terus juga waktu ditanya apakah dia ingin kembali ke Indonesia, dia bilang untuk saat ini tidak.. karena dulu ketika beasiswa doktornya habis (4 tahun) dia belum selesai juga, sehingga dia harus bekerja untuk membiayai kuliahnya supaya selesai... Sooo..? Does it mean that he still looking for money to cover the tuition fee he paid to continue his study..? Atau kah fasilitas dan penghargaan yang kurang di Indonesia sehingga orang2 seperti dia enggan kembali..? Yang pasti orang2 seperti ini mengingatkanku pada suamiku sendiri.. secara si Mas juga alumni dari institut yang sama.. tipikal orang2 seperti itulah... hihihi...

Tamu terakhir, Ibu Etin Anwar. Alumni IAIN mana ya aku lupa... pokoknya IAIN deh... Pastinya bidang ilmunya tentang agama Islam. Tapi S3 nya bidang filsafat. Sekarang dia mengajar di suatu perguruan tinggi di Amerika. Wow..! Salut... Mengajar agama Islam kaitannya dengan gender dan juga filsafat di negara adikuasa itu.. Ketika ditanya apakah dia mau kembali ke Indonesia.. jawaban Ibu ini cukup cerdas.. Dia bilang 'dengan senang hati'... buuut... setiap orang melakukan sesuatu atas dasar value.. dan value nya dia yaitu manfaat.. Intinya, dia merasa bahwa untuk saat ini dengan menjadi dosen agama dan filsafat di Amerika dia mendapatkan value itu lebih daripada jika dia mengajar di sini.. Ya masuk akal, karena 90% muridnya orang bule yang bukan orang Islam, barangkali nilai dakwahnya lebih tinggi...

Kalau melihat kondisi seperti itu ya wajar saja.. Di Indonesia ini terlalu jauh gap antara yang kaya dan yang miskin, yang kuat dan yang lemah, yang pintar dan yang bodoh, yang berpikiran maju dan yang tertinggal.. Jadi kalau yang pintar dan maju merasa kondisi di Indonesia tidak bisa memenuhi visi dan misi serta ambisinya ya tidak bisa disalahkan juga kalau akhirnya mereka lari ke luar negeri... Apakah di luar negeri mereka berjuang dengan tujuan suatu saat untuk membangun negerinya atau untuk dirinya sendiri ya itu juga pilihan masing2...

Mungkin sudah terlalu banyak yang kecewa dengan negeri ini. Dengan para pemimpinnya yang tidak amanah, berbagai lembaga negara yang sudah banyak mengkhianati rakyat, keadilan yang bisa dibeli dengan uang... Sampai bosan rasanya nonton berita di tv yang isinya lagi2 soal skandal korupsi, dana APBN yang banyak bocor, ketidakadilan, kasus suap, pembunuhan karena masalah uang.. Sepertinya pemimpin2 di negeri ini pada gila harta dan jabatan... Yang senior2 mustahil rasanya untuk dikembalikan ke jalan yang benar... Tunas2 bangsa yang baru tumbuh, selayaknya dididik dengan benar, dibekali dengan pendidikan agama dan moral yang baik, sehingga sehat mentalnya.. Bisa membedakan mana yang benar dan salah dan yang paling penting... memilih untuk melakukan yang benar...

Balik ke diri sendiri... Saat ini aku n si Mas lagi berusaha untuk dapat beasiswa ke luar. Inginnya ke negara maju lah... Supaya kami bisa belajar tidak hanya mata kuliahnya, tapi juga secara keseluruhan kehidupan orang2 di sana, budaya yang baik2, pola hidup yang baik2, kebiasaan--sifat--karakter dari orang2 di negara2 maju yang baik2... Kami ingin mencari pengalaman dan belajar langsung dari orang2 yang turut berpartisipasi membentuk negaranya menjadi maju.. Dan berharap sekembalinya nanti kami bisa turut berpartisipasi juga memajukan negara Indonesia.

Note: ditulis dalam rangka muak dengan segenap rasa ketidakberdayaan ini... di kantor, pada jam kerja, dengan menggunakan fasilitas internet yang juga dibiayai kantor... Maafkan ya rakyat Indonesia yang sudah menggajiku melalui dana APBN yang sumbernya dari uang rakyat...